
Nur Samsi Zakaria: Founder Roma Shonduk
Sosok Noer Syamsi Zakaria, cukup tersohor di dunia organisasi.
Pria kelahiran 30 November 1983 ini, kini mengabdi kepada masyarakat melalui dunia politik.
DI dunia akademisi, Mas Zaka–panggilan akrab Noer Syamsi Zakaria–juga menorehkan banyak prestasi. Baik di kancah nasional maupun internasional. Ia juga mengampu pendidikan di University of Malaya, Kualalumpur, Malaysia.
Di dunia politik, Mas Zaka juga cukup diperhitungkan. Berkecimpung di dunia politik sejak 2012, jabatan yang diembannya pada partai politiknya cukup strategis. Sebagai wakil sekretaris jendral (sekjen) DPP Partai Gerindra.
Dunia santri mulai dikenalnya sejak mondok di Ponpes Darus Sholah, Jember, pada 1995. Mas Zaka juga memperdalam ilmu agama di Ponpes Tebuireng Jombang pada 1998. Pada 2003, hijrah, nyantri di Ponpes Al Luqmaniah Jogjakarta.
Dari sejumlah pengalaman yang telah didapatkan, Mas Zaka mulai tertarik menerjuni dunia politik sejak masih di pesantren. Pelajaran berorganisasi benar-benar didapatkan di pesantren.
“Di Tebuireng, di sana suasana berorganisasi sangat kental. Kehidupan santri tidak lain adalah pengabdian. Mengabdi dan berbakti kepada negeri,” ujar Ketua Cabang PMII Jogjakarta 2007-2008 ini.
Mas Zaka masih ingat betul dengan dawuh putra Hadratussyekh K.H. Hasyim Asy’ari yakni KH. Muhammad Yusuf Hasyim. Sosok inspiratif bagi para santri. Termasuk Mas Zaka. “Santri harus bermanfaat,” katanya mengingat dawuh K.H. Muhammad Yusuf Hasyim.
Menurutnya, politisi yang berlatar belakang santri memiliki tantangan tersendiri. Terlebih ketika berkarir di partai yang berhaluan nasionalis. “Karena santri hidupnya untuk pengabdian, maka pengabdiannya bisa dilakukan pada dunia politik. Paling tidak kita (santri) ikut meramaikan,” ujar pria yang juga pernah menjadi PB NU ini.
Menurutnya, ada tiga jujukan jika berbicara politik santri. Yakni, Raden Mas Haji Oemar Said Tjokroaminoto atau lebih dikenal sebagai H.O.S. Tjokroaminoto; K.H. Abdul Wahab Hasbullah; dan K.H. Saifuddin Zuhri.
Dari ketiganya, Mas Zaka masih ingat perkataan Cokroaminoto, guru abad 21. Yakni, setinggi-tinggi ilmu, semurni-murni tauhid, sepintar-pintar siasat. “Tauhid merupakan simbol santri. Berada di mana pun tidak boleh terlepas dari nilai santri. Sehingga, apa yang menjadi langkah tidak terlepas dari koridor santri yang notabene mempelajari secara khusus ilmu agama,” jelasnya.
Mas Zaka sangat dekat dengan NU. Saat mengampu pendidikan di Malaysia, ia mendapat amanah sebagai Sekertaris Tanfidziyah NU Cabang Istimewa Malaysia. Ia berhasil mendirikan 8 Pengurus Anak Cabang (PAC) di Malaysia.
Dari sejumlah ilmu, pengalaman, dan jaringan yang didapatnya dari luar negeri, Mas Zaka tak lupa pulang. Sebagai anak asli Kabupaten Probolinggo, pemilihan legislatif tahun depan, ia berniat turut meramaikannya. Akan nyaleg untuk DPRD Provinsi Jawa Timur melalui daerah pemilihan III. Meliputi Kabupaten dan Kota Probolinggo-Pasuruan.
“Sejauh-jauhnya burung terbang, pasti akan kembali ke sangkarnya. Jadi, apa yang saya dapatkan dari luar, akan saya tumpakan di daerah kelahiran. Harapannya, ke depan banyak dari santri yang bisa berjuang dan mengabdi lewat jalur politik,” katanya.
Rumah Sondhuk adalah ruang kreatif seputar dunia kayu, khususnya dunia kayu lawasan, dan ruang kreatif seputar kesenian dan kebudayaan
